Minggu, 13 Agustus 2017

Sequel - You Have No Choice

Sebelumnya ssk cuma mau kasih info kalau cerita You Have No Choice yang awal bisa kalian baca di sini 👇

https://www.wattpad.com/332515497-kumpulan-cerpen-siska-damast-you-have-no-choice 

Sekarang ini cerita lanjutannya yang iseng ssk buat lagi.. 

Selamat membaca~ semoga kalian semua suka sama hasil remahan otak ssk yabg abstrak ini yaa.. 

^,^)/" 

♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤

"Kamu kenapa nggak tidur?" Tanya Andra yang terganggu karena Lani terus bergerak gelisah di sampingnya.

Lani hanya menggelengkan kepalanya pelan tanpa menjawab.

Andra yang memang terlalu letih kembali menutup matanya tanpa mengatakan apa-apa lagi. Sementara Lani menatap wajah Andra dengan mata berkaca-kaca.

Sejujurnya ia ingin mengatakan sesuatu pada Andra. Tapi melihat wajah lelah laki-laki itu membuatnya tidak tega dan berusaha memendam keinginannya. Berharap hal itu akan hilang dengan sendirinya seperti yang pernah diceritakan beberapa temannya.

Namun nihil, bukannya menghilang Lani justru semakin menginginkannya. Bahkan air matanya sudah tak dapat ia tahan lagi. Tak ingin suara tangisnya terdengar dan mengganggu tidur Andra. Ia menyelinap turun dari ranjang dan keluar kamar.

Setengah berharap Lani melangkah ke dapur. Mencoba mencari di setiap sudut bahan yang mungkin bisa ia gunakan. Lagi, dewi keberuntungan tak berpihak padanya.

Frustasi dengan keinginannya yang semakin menjadi. Lani duduk bersandar di dekat kulkas. Tangisnya meledak, ia tidak tahu harus bagaimana lagi untuk menghilangkan keinginannya yang begitu menggebu.

Beberapa kali isakan lolos dari bibirnya yang ia tutup rapat dengan kedua tangannya. Bahkan untuk bernapas pun ia merasa mulai kesulitan.

"Lan?"

Suara serak Andra terdengar, membuat Lani terkejut dan segera menghapus jejak air matanya.

"Kamu ngapain di sini?" Tanya Andra lagi yang bingung melihat Lani masih duduk diam sambil menutupi wajahnya dari tatapan Andra.

Masih tak ada jawaban, Andra jongkok di depan Lani. Setengah memaksa wanita itu untuk memperlihatkan wajahnya.

"Hei, kamu kenapa love? Kenapa nangis begini?" Tanya Andra kaget saat melihat mata Lani mulai membengkak dan beberapa jejak air mata masih membekas di pipi chubby-nya.

Bukannya menjawab pertanyaan Andra, Lani justru kembali menangis. Bahkan lebih parah dari sebelumnya.

Masih dengan kebingungan melihat Lani yang menangis tanpa sebab. Andra mengangkat tubuh Lani dan membawanya ke sofa biru yang ada di ruang keluarga.

Ia mendudukkan diri disana dengan Lani dipangkuannya. Tangannya bergerak  mengusap lembut punggung wanita itu, berusaha menenangkan. Sementara Lani masih melanjutkan tangisnya dengan memeluk erat Andra.

Butuh waktu 10 menit sampai akhirnya tangis Lani mulai mereda. Andra masih diam dan tetap mengusap punggung Lani. Sesekali ia mengecup pelipis Lani.

"Kamu kenapa?"

Andra memutuskan untuk bertanya setelah ia rasa Lani mulai tenang di pelukannya.

"A..aku..mau mar..martabak telor," jawab Lani diantara isakan yang masih tersisa.

Kening Andra mengerut dalam mendengar jawaban Lani.

"Kamu nangis cuma karena martabak telor?" Tanya Andra setengah tak percaya dengan apa yang dilakukan wanita-nya itu.

Menangis meraung-raung karena martabak telor jam 3 pagi (?!)

"Bukan cuma!! Aku mau martabak telor! Aku mau makan itu dari dua jam yang lalu!!" Bantah Lani dengan nada meninggi.

Andra sampai terlonjak dari duduknya. Beruntung Lani masih duduk dipangkuannya, kalau tidak ia pasti akan langsung melompat berdiri.

"Oke, oke.. jangan teriak, Lan! Aku bisa jantungan kalau kamu begitu." Jawab Andra sambil mengelus dadanya.

Mendengar nada ucapan Andra itu kembali membuat Lani merasa sedih. Air matanya kembali menggenang di pelupuk matanya, siap menetes dalam hitungan detik.

Tak ingin melihat istri cantiknya itu kembali menangis meraung seperti tadi, Andra segera mendekap perempuan itu erat dan mengecup puncak kepalanya.

"Please, jangan nangis love. Aku cariin martabak telornya sekarang ya. Oke?"

Lani menggeleng pelan, Andra merasakannya dan menjauhkan diri. Mencoba menatap wajah Lani yang kembali basah dengan air mata.

"Kenapa kamu nangis lagi? Aku cariin martabaknya sekarang." Tanya Andra dengan wajah panik. Ia begitu lelah, tubuhnya ingin segera istirahat tapi hal itu tak akan bisa dilakukannya kalau Lani kembali menangis seperti beberapa menit lalu.

"Ka..kamu.. hiks hiks.. ben..tak hiks a..aku..." ucap Lani disela isakannya.

"Astaga.. aku nggak bentak kamu, love. Aku cuma kaget kamu teriak." Jelas Andra lembut.

Lani masih terisak, wajahnya menunduk dalam. Membuat Andra menghela napas panjang lelah. Ia sudah cukup tahu bagaimana menghadapi sikap aneh Lani seperti sekarang ini.

Perlahan, tangannya terulur menangkup wajah Lani. Memaksa wanita itu menatapnya. Senyum Andra muncul saat Lani menatapnya dengan ekspresi begitu sedih. Seperti anak umur 5 tahun yang tidak diijinkan membeli mainan kesukaannya oleh ibunya.

"Jangan nangis lagi love. Kamu tahu aku janji nggak akan pernah bentak kamu lagi setelah insiden dulu itu. Aku tadi cuma kaget karena kamu tiba-tiba teriak begitu." Ucap Andra dengan ibu jarinya yang menghapus jejak air mata di pipi Lani.

Perlahan Andra mendekatkan wajahnya dan mencium lembut kedua mata Lani. Hal yang selalu dilakukannya ketika mereka habis bertengkar sampai membuat Lani menangis.

"Ingat love, jaga emosi kamu. Kalau kamu sedih begitu, nanti baby kita di dalam perut kamu juga ikutan sedih."

Lani menatap Andra dengan perasaan bersalah. Ia memaki dirinya sendiri yang tak bisa mengendalikan emosinya sama sekali.

"Ma..af..." lirih Lani.

"Dimaafin.." jawab Andra dengan senyum lebar dan disusul dengan kecupan ringan dibibir mungil Lani.

"Dan kamu.. kenapa nggak bilang dari tadi kalau mau makan martabak telor? Kamu tahu aku pasti cariin apapun yang kalian mau kapan pun kan?" Tanya Andra lagi, kali ini sedikit tegas.

Lani menundukkan pandangannya, menghindari tatapan tajam manik gelap suaminya.

"Aku butuh dengar jawaban kamu love," ucap Andra sekali lagi.

Lani masih tak mengangkat pandangannya. Jemarinya meremas kaos oblong yang dikenakan Andra.

"Adla..."

"Aku tahu kamu capek makanya nggak bilang apa-apa." Jawab Lani memotong ucapan Andra lebih dulu.

"Bodoh."

Lani mengangkat pandangannya, menatap Andra tak suka, keningnya menyatu ditengah sementara bibirnya mengerucut.

Andra terkekeh melihat wajah lucu istrinya itu. Dan itu semakin membuat Lani menatap kesal pada suaminya.

"Kamu itu.. secapek apapun aku nggak akan ada rasanya kalau itu bisa buat kalian berdua senang."

Jawaban manis itu membuat wajah Lani merona. Tak tahan dengan ekspresi imut Lani, kembali Andra mengecup wajah wanita itu bertubi-tubi sambil sesekali tertawa geli.

Lani yang mulai risih dengan perlakuan Andra mendorong wajah laki-laki itu menjauh.

Sorot matanya berbinar sebelum mengatakan, "Jadi martabaknya?"

Andra kembali terkekeh dan mengecup bibir Lani sekali lagi kemudian menurunkan Lani dari pangkuannya untuk berdiri.

"Kamu tunggu di kamar, aku beliin sekarang."

Lani segera menahan lengan Andra sebelum laki-laki itu sempat melangkah menjauh.

"Aku ikut,"

Andra ingin membantah, tapi melihat wajah antusias Lani akhirnya ia memilih untuk menganggukkan kepalanya.

Tak butuh waktu lama, kini mereka sudah berada di depan penjual martabak telor langganan yang berada tak jauh dari depan komplek rumah mereka.

Belum sempat Andra membuka suara, Lani menatapnya dengan pandangan yang sangat dikenalnya. Mata berbinar dengan wajah penuh harap, wanita itu menatap lurus ke arah Andra.

Ekspresi yang Andra tahu tak ada kata penolakan atau sesuatu yang jauh lebih kacau akan terjadi karena ulah tak terduga wanita hamil dihadapannya.

"Aku mau martabak yang di dekat rumah orang tua kamu itu..."

Andra melebarkan matanya mengingat perjalanan untuk ke rumah orang tuanya memakan waktu hampir 2 jam.

"Baiklah.. apapun untuk kalian," ucap Andra menyerah dengan senyum dibibirnya saat melihat wajah senang Lani.

Tangan Andra terulur, menarik kepala Lani dan mengecupnya penuh sayang.

Sebelum menyalakan mesin mobil, Andra memutuskan akan mengambil cuti dan membuat wanita hamil disebelahnya sibuk bersama ibunya. Sementara ia bisa bebas sejenak untuk mengistirahatkan tubuhnya dengan tenang tanpa gangguan istrinya.

Tanpa sepengetahuan Lani, Andra mengetik cepat pesan untuk memberitahu ayah dan ibunya kalau mereka akan datang beberapa jam lagi untuk menginap disana.

*** end ***


⚘⚘⚘
170812
- siska damast -


Tidak ada komentar:

Posting Komentar