Minggu, 13 Agustus 2017

You Have No Choice

One short story again from my 'gesrek' mind. Hehehe..
Say hello to me and i'll be happy~ 😋 

✩✩✩✩✩✩✩✩✩✩✩✩✩✩✩✩✩✩✩✩✩✩✩

"Perasaan aku, kamu kok nggak tumbuh-tumbuh sih, Lan?" 

Adlani atau yang biasa dipanggil Lani oleh orang terdekatnya, mengerutkan kening mendengar Andra mengucapkan pertanyaan tersebut dengan wajah tengilnya. 

"Maksudnya?" 

"Ya.. kamu dari dulu segitu-gitu aja. Pertumbuhan mu terlalu lambat. Nggak seperti wanita lain yang aku kenal. Mau aku bantuin nggak?" Ucapnya lagi sambil mengedikkan dagunya ke arah dada Lani. 

Tapi matanya terus menatap mata Lani, hanya saja senyumnya yang mesum menghiasi wajah tampan miliknya. 

Sontak, Lani langsung menyilangkan kedua tangannya di depan dada sambil melotot tajam pada Andra. Sementara laki-laki itu justru terkikik geli melihat ekspresi Lani yang menurutnya sangat lucu dan menggemaskan. 

"Gila kamu! Mesum banget sih!!" Sembur Lani sebal dengan wajah merah padam. 

"Kan cuma sama kamu aja, Lan. Hahaha." 

Balas Andra lalu tertawa terpingkal-pingkal dengan suara bass-nya yang menggelegar mengisi ruangan. 

Sadar kalau dirinya sedang dijahili lagi oleh Andra, Lani langsung berdiri dari tempatnya dan mencoba memukul Andra yang sudah berlari lebih dulu, menghindar darinya. 

Kejahilan Andra pada Lani beberapa waktu terakhir ini memang sering kali tak bisa ditolerir. Lani sendiri tak tahu kenapa belakangan Andra jadi semakin parah seperti itu jahilnya, bahkan jadi terlampau mesum.

Mungkin karena diantara teman-teman dekat laki-laki itu, tinggal Andra sendiri yang masih belum melepas masa lajangnya. Makanya ia jadi semakin terlihat seperti penjahat kelamin yang sedang mencari mangsa.

Pertama kali Lani mengenal Andra saat mereka berdua masih SD. Bahkan mereka selalu satu sekolah sampai SMA. Keduanya semakin dekat karena rumah mereka yang hanya berselang 3 rumah. Ditambah lagi hubungan kedua orang tua mereka yang ternyata juga teman satu sekolah.

Kedekatan keduanya sempat merenggang saat mereka masuk jenjang perkuliahan. Letak kampus dan jurusan yang beda, ditambah lagi dengan jadwal yang padat, membuat keduanya cukup sulit bertemu.

Tapi kedekatan keduanya kembali, bahkan lebih intens dari sebelumnya saat Lani dimintai tolong untuk membantu Andra di perusahaan keluarga laki-laki itu sebagai sekertaris pribadi.

Awalnya Lani menolak mati-matian, tapi setelah ayahnya dan ayah Andra datang meminta langsung padanya, akhirnya Lani tidak bisa menolaknya lagi. Dan itu membuat kedua ibu mereka menjadi semakin gencar menjodohkan keduanya diam-diam.

Lani masih ingat jelas waktu mereka masih duduk di bangku SMP dan SMA dulu. Andra terkenal dengan wajah tampan, pintar dalam bidang akademik maupun non akademik. Ketenarannya semakin meningkat tajam karena sifat ramah dan senang bercanda yang memang menurun langsung dari ayahnya.

Sedangkan Lani yang memang cuek dengan penampilannya hanya menjadi siswi biasa. Meskipun tak bisa dibilang sedikit juga laki-laki yang diam-diam menyukai Lani.

Sayangnya mereka harus menelan perasaannya mentah-mentah karena kehadiran Andra disekitar Lani. Belum lagi dengan sikap Andra yang selalu menjadikan Lani sebagai tameng untuk menolak wanita-wanita yang menyatakan perasaan mereka padanya. Dan itu berhasil menjadi gosip panas selama 3 tahun di sekolah.

Yang paling parah pernah dialami Lani saat mereka baru saja masuk di SMA.

Salah seorang seniornya yang terkenal paling cantik di sekolah, menyatakan perasaannya pada Andra tiba-tiba. Belum lagi dengan gosip yang beredar kalau senior mereka itu juga terkenal dengan memaksa dan tak bisa ditolak.

Andra terkejut saat ia menghadapi sendiri bagaimana kokohnya keinginan seniornya itu untuk menjadikan Andra sebagai kekasihnya. Sialnya lagi, saat itu tubuh Andra sedang tidak fit karena terkena flu. Dan itu membuat kepalanya sulit untuk berfikir cara membuat seniornya itu menyerah.

Dewi keberuntungan ternyata masih mau berpihak pada Andra, saat mata laki-laki itu melihat Lani yang berjalan melewati jalan tempatnya berada.

Tanpa pikir panjang, Andra langsung menarik Lani. Ia mengalungkan lengannya di pundak Lani sambil mengecup puncak kepala wanita itu berkali-kali di depan seniornya tersebut.

Tingkah Andra itu membuat wajah seniornya merah padam karena emosi. Dia sempat berbisik mengancam Lani saat berlalu pergi meninggalkan keduanya.

Beberapa detik setelah tubuh seniornya menghilang dibalik tembok, Andra langsung melepas rangkulannya dari Lani dan melenggang pergi begitu saja. Bahkan Lani sendiri masih belum sepenuhnya memahami apa yang baru saja terjadi.

Keesokan harinya, ancaman senior itu benar-benar dilakukan. Tapi hanya bertahan tiga hari, lalu berhenti begitu saja.

Lani sendiri tak pernah mau ambil pusing dengan sikap seniornya. Ia hanya menganggapnya sebagai angin lalu, selama seniornya itu tak merugikan dirinya.

Tapi kejahilan Andra beberapa waktu terakhir ini selalu berhasil membuat kepala Lani mendidih. Debaran jantungnya pun sering sekali berdetak tak normal. Jauh di dalam hatinya, Lani sering merasakan sesuatu yang berbeda. Tapi lagi-lagi hanya dianggapnya sebagai hal biasa dan tak perlu di pikirkan.

Namun jangan harap Lani bisa tetap acuh kalau tingkat ke-mesum-an Andra sedang dalam mode on seperti barusan.

Tanduk merah tak terlihat milik Lani pasti akan aktif dan siap untuk menyemburkan api emosi yang panasnya mungkin bisa mengalahkan api naga seperti di buku dongeng anak.

*** 

"Kata kamu kita mau makan rame-rame sama yang lain. Kok disini cuma ada kita berdua doang?" Tanya Lani yang masih mengedarkan pandangannya ke seluruh restaurant yang sepi.

Bahkan pelayannya pun tak terlihat satu pun. Hanya ada satu orang yang tadi menyambutnya datang, lalu pergi lagi entah kemana.

"Mereka belum datang mungkin." Jawab Andra malas.

Lani menatap laki-laki disampingnya dengan pandangan menyelidik. Andra yang ditatap intens begitu oleh Lani jadi berdebar.

"Berhenti menatapku seolah aku ini pembunuh berdarah dingin yang akan mengeksekusi diri mu, Lan."

"Ayo, kita duduk disana." Lanjutnya sambil menarik lengan Lani lembut ke arah meja yang berada di dekat jendela kaca besar dengan pemandangan kolam yang penuh dengan lampu warna warni berbentuk angsa besar tepat di tengah-tengah kolam dan angsa-angsa kecil yang menyebar diseluruh kolam.

Setelah Andra duduk dihadapannya, Lani kembali membuka suaranya.

"Kamu sama anak-anak bikin acara aneh-aneh lagi ya?" Tanyanya lagi, masih dengan tatapan menyelidik.

Andra memutar bola matanya sebal. Bukannya menjawab, Andra justru mengangkat tangan kanannya, memberi tanda untuk segera menyiapkan makanan di meja mereka pada pelayan.

"Andra!! Aku tanya sama kamu!!" Ucap Lani lagi dengan nada lebih tinggi karena pertanyaannya barusan diacuhkan Andra.

"Aku lapar, Lan! Bisa kan kamu diam untuk beberapa menit ke depan. Aku mau menikmati makan siang ku yang sudah terlalu telat ini dengan tenang. Lagipula aku bukan babysitter mereka yang harus tahu semua jadwal pulang pergi mereka kan."

Lani mencibir saat mendengar ucapan Andra.

"Siapa suruh makan aja pakai lupa kalau nggak di ingetin. Mending kamu cepat cari istri deh, biar ada yang ngurusin. Bukannya malah gangguin waktu aku terus. Bikin aku jadi makin susah dapat calon suami aja tau nggak,"

"Kalau gitu kamu aja yang jadi istri aku,"

"Ish, jadi sekretaris kamu aja aku udah bosan, apalagi kalau harus jadi istri kamu. Bisa makin bosan aku yang ada. Nggak deh, makasih banyak."

"Kenapa? Kan kamu jadi ga perlu repot lagi cari calon suami yang belum tentu benar baik dan serius sama kamu. Toh aku tampan, baik, perhatian, romantis, mapan, malah banyak wanita yang ngejar untuk minta aku nikahi. Kurang apalagi coba?"

"Kurang waras!" Jawab Lani cepat.

"Cocok kan berarti? Aku kurang waras, kamu memang nggak pernah waras."

Lani menggeram kesal mendengar ucapan Andra. Beruntung pelayan datang membawa makanan ke meja mereka. Kalau tidak, mungkin Lani akan melayangkan vas kecil di depannya ke kepala Andra tanpa ampun.

"Jadi, kamu oke kan kalau jadi istri aku?" Tanya Andra lagi setelah pelayan yang mengantar makanan mereka pergi.

"Nggak oke! Udah jangan banyak ngomong, mending kamu cepetan abisin makan ini sebelum berubah makin nggak waras!"

Andra tak membalas ucapan Lani lagi. Matanya menatap Lani yang sudah sibuk dengan makanan di depannya. Ia cukup terkejut dengan penolakan Lani, tapi kemudian senyumnya terbit dan mulai menyendok makanan ke mulutnya.

*** 

"Kamu dimana?" Suara berat Andra terdengar begitu dingin. Sementara tangannya menggenggam erat ponselnya.

Tak ada jawaban dari seberang sana membuat degup jantungnya semakin menggila karena khawatir.

"Adlani, jawab aku! Kamu dimana sekarang?!" Tanyanya lagi dengan penuh penekanan.

"A..aku..." suara Lani terdengar bergetar, lalu hanya isak tangis yang terdengar.

"Diam ditempat mu sekarang. Jangan jauhkan ponsel mu dan jangan berfikir untuk pergi dari sana selangkah pun. Aku jemput kamu sekarang."

Setelah mengatakan itu, Andra menyambar kunci mobilnya dan bergegas menuju basement. Ia membuka aplikasi gps untuk melacak keberadaan Lani.

Tak butuh waktu lama, Andra berhasil menemukan keberadaan Lani. Tapi jarak yang cukup jauh hingga ke pinggiran kota membuat kening Andra mengerut dalam dan semakin mempercepat langkahnya.

"Tetap di tempat mu, Lan. Aku jemput sekarang. Jangan menangis lagi, oke." Ucap Andra sekali lagi sebelum menutup ponselnya dan segera menjalankan mobilnya keluar basement.

Butuh waktu hampir 3 jam bagi Andra untuk sampai di lokasi Lani berada. Semakin mendekat, perasaannya semakin tak karuan. Yang ada disepanjang perjalanannya selama beberapa menit terakhir hanyalah lahan kosong dengan pepohonan tinggi yang cukup lebat.

Kepalanya terus bertanya-tanya untuk apa Lani sampai pergi ke tempat seperti itu. Ia tahu persis kalau wanita satu itu tidak cukup berani. Jangankan pergi sampai ke tempat seperti ini, berada di ruangan gelap sendirian saja dia tidak akan tahan untuk tak berteriak dalam hitungan menit.

Andra menghentikan laju mobilnya saat ia melihat mobil milik Lani yang terparkir sembarangan di pinggir jalan.

Setengah berlari Andra menghampiri mobil itu, tapi ia terkejut karena mobil itu dalam keadaan kosong. Sementara ponsel milik Lani tergelak menyala begitu saja di jok pengemudi.

"Damn! Kamu kemana Lan." Umpatnya tanpa sadar.

Andra mengambil ponsel milik Lani dan memandang berputar ke sekelilingnya. Tapi yang terlihat hanya deretan pepohonan tinggi. Sementara matahari di ujung sana hampir tenggelam, membuat keadaan di sekitarnya berubah semakin gelap.

Dering ponsel miliknya membuat Andra sedikit terkejut. Tapi ia segera menjawab panggilan dari nomor tak dikenalnya itu.

"Sudah melihat keadaan mobil wanita mu?" Tanya suara diseberang sana.

Andra mengernyit mendengar suara si penelepon yang tak bisa ia tebak laki-laki atau perempuan. Sepertinya orang yang menelponnya itu menggunakan sesuatu untuk menyamarkan suaranya.

"Siapa kau?" Tanya Andra dengan nada dingin miliknya. Jauh lebih dingin dibandingkan saat ia harus menghadapi pesaing bisnisnya.

"Hahaha.. kau akan tahu nanti. Ikuti saja perintah ku kalau kau ingin wanita mu yang cantik ini selamat."

"Oh ya? Bagaimana aku tahu kalau yang kau maksud memang wanita ku?"

Tak ada jawaban, yang terdengar hanya bunyi gemerisik angin. Lalu tiba-tiba terdengar suara teriakan milik Lani yang sangat ia kenal, suara seperti sedang kesakitan.

"Sudah dengar suara wanita mu yang manis itu?" Ucap si penelpon itu tak lama kemudian.

Andra mengepalkan tangannya yang bebas kuat-kuat kemudian berkata, "Apa mau mu?"

"Sangat mudah. Ikuti jalan setapak di sebelah kiri mu sampai kau menemukan rumah kecil. Jangan pernah hubungi polisi kalau kau tak ingin melihat mayat wanita mu ada disini."

Ada jeda selama beberapa detik, kemudian si penelepon di seberang sana melanjutkan lagi ucapannya yang membuat emosi Andra semakin meninggi.

"Aku selalu tahu apa yang akan kau lakukan disini. Jadi ikuti perintah ku atau ucapkan selamat tinggal pada wanita mu,"

Sebelum Andra mengeluarkan suaranya lagi, sambungan telepon terputus. Andra mencoba untuk menelpon balik tapi sepertinya ponselnya langsung dimatikan.

Tanpa pikir panjang, Andra segera berjalan memasuki jalan setapak yang mengarah ke bagian dalam hutan itu. Tak butuh waktu lama, Andra menemukan sebuah rumah berukuran sedang yang begitu gelap.

Dilihat dari lingkungan disekitarnya, sepertinya rumah itu cukup terawat. Tapi matahari yang sudah menghilang diganti dengan malam membuat keadaan semakin gelap gulita. Membatasi jarak pandangnya untuk mengamati sekitar.

Andra memicing tajam saat melihat pagar rendah dibiarkan terbuka lebar begitu saja. Tetapi pintu yang menjadi satu-satunya akses keluar masuk ke dalam hanya dibuka sebagian.

Dengan langkah hati-hati dan terus waspada, Andra bergerak masuk. Ia sempat berhenti sejenak beberapa langkah di depan pintu. Mencoba mendengar suara pergerakan di dalam. Tapi hanya kesunyian yang ia dapatkan. Bahkan ia tak bisa mendengar sedikitpun suara Lina.

Andra memegang gagang pintu yang setengah terbuka perlahan sambil terus bersiap jika seseorang tiba-tiba menyerangnya.

Tiba-tiba saja seluruh penerangan di rumah itu menyala. Andra menyipit tajam pada kondisi di depannya karena kaget mendapat penerangan tiba-tiba begitu.

Emosinya semakin naik ke titik maksimal saat matanya menangkap sosok Lani yang berdiri paling depan diantara teman dekat mereka berdua. Wanita itu menatapnya dengan senyum lebar sambil membawa kue di tangannya.

Sementara teman-teman mereka mengucapkan berbagai macam ucapan selamat dengan heboh sambil menampilkan senyum puas dengan keberhasilan kejutan yang mereka buat untuk Andra.

Tapi tak ada satupun yang bisa terdengar oleh telinga Andra. Pandangan dan fokusnya saat itu hanya satu, Adlani.

Baru beberapa detik lalu ia hampir mati berdiri karena memikirkan keselamatan wanita itu. Tapi kini, ia bisa melihat wanita di depannya tersenyum lebar padanya.

Rasa lega jelas mengisi hampir sebagian dirinya. Tapi emosinya pun tak kalah hebat mengetahui kalau telepon tadi hanyalah perbuatan jahil yang ia yakin Lani-lah dalang semuanya.

Dengan langkah lebar Andra berjalan ke arah Lani. Matanya menatap lurus dan tajam ke manik mata Lani.

Andra mengambil kue dari tangan Lani dan menyodorkan paksa ke Dian yang berdiri tepat disamping Lani.

Tanpa kata, Andra menarik tangan Lani keluar dari sana. Sebelum keluar dari pintu, Andra berbalik dan menatap tajam teman-temannya kemudian berkata dengan nada penuh ancaman.

"Masalah ini dengan kalian semua masih belum selesai. Meskipun aku tak menyukai ide kalian kali ini, tapi terima kasih untuk kejutan kalian ini. Silakan nikmati pestanya, aku akan mengurus masalah ku dengan otak dari kegilaan semua ini."

Lani yang ingin protes langsung menutup rapat mulutnya, saat Andra berbalik dan menatapnya tajam seraya bicara dengan suara rendah miliknya.

"Simpan penjelasan mu! Sekarang diam dan ikut dengan ku."

*** 

"Turun!" Perintah Andra. 

Lani memutar bola matanya sebal mendengar nada memerintah itu. Tapi ia tetap bergerak mengikuti ucapan Andra.

Sampai di ruang tengah apartement Andra, laki-laki itu menghentikan langkahnya kemudian berbalik secara tiba-tiba. Membuat Lani terkejut dan mendelik sebal pada Andra.

"Harusnya aku yang memelototi kamu! Apa yang kamu lakukan tadi, hah?! Apa itu lucu? Rencana mu selalu saja bodoh! Apa kamu tahu itu?!"

Lani terkejut mendengar Andra yang langsung mengomelinya dengan wajah merah padam.

"Tapi kan aku..." 

"Apa?! Karena kamu mau buat kejutan buat aku? Iya? Tapi apa harus dengan berbohong dengan cara seperti tadi?! Gimana kalau sebelum aku tahu kamu memberi kejutan pada ku, aku sudah keburu kena serangan jantung duluan?!"

"Kamu nggak punya penyakit jantung, Andra!" Bantah Lani.

"Belum lebih tepatnya! Dan akan jadi sudah kalau kamu masih tetap terus melakukan ide gila yang muncul dari kepala kecil mu yang bodoh itu!!" Sentak Andra dengan nada suara yang meninggi.

Lani melonjak mundur selangkah di tempatnya karena suara tinggi Andra yang baru pertama kali ia dengar. Ia bisa melihat rahang Andra yang mengeras, menandakan emosi laki-laki itu serius. Tapi kepalanya juga tak bisa mengerti alasan Andra marah seperti itu.

Lani sudah terlalu sering membuat kejutan bodoh di hari ulang tahun Andra. Bahkan tahun lalu saat Lani dan teman-temannya menyewa seorang laki-laki untuk menggoda Andra mati-matian di depan umum, Andra tak sampai semarah ini padanya meskipun ia sempat berteriak marah pada laki-laki yang mereka sewa.

"Oke, aku tahu aku bodoh! Aku nggak sepintar kamu, bahkan kepalaku juga kecil makanya nggak bisa berfikir sebaik kamu! Kamu boleh nggak suka sama kejutan dari aku, kamu bisa marah sama aku karena ide bodoh aku, tapi kamu nggak perlu bentak aku!"

Lani ikut berteriak saat mengucapkan kata-kata itu. Matanya berkaca-kaca, setengah tak percaya kalau Andra yang selama ini hanya marah dengan omelan panjang, baru saja membentaknya hanya karena kejutan yang ia buat untuk ulang tahun Andra barusan.

"Aku nggak akan semarah ini kalau kelakuan kamu nggak keterlaluan, Adlani! Apa kamu fikir lucu ngeliat aku yang khawatir sama kamu?!! Berfikir kalau kamu benar-benar diculik dan dalam bahaya. Apa buat kamu lucu, ngeliat aku yang setengah gila karena dengar suara wanita yang aku cintai kesakitan di tempat yang bahkan aku nggak tahu ada dimana!!"

Kalimat terakhir Andra membuat Lani membeku di tempat.

'Wanita yang aku cintai,' 

Kata-kata itu berdengung di kepala Lani berulang-ulang. Ia bisa melihat tangan Andra yang mengepal kuat disamping tubuhnya, menandakan laki-laki dihadapannya itu sedang berusaha menahan emosinya dalam-dalam.

"A..aku..." 

Lani tak bisa melanjutkan ucapannya. Ia kaget, bingung, takut dan juga merasa sangat bersalah.

"Ma..af." 

Hanya satu kata itu yang bisa digumamkan bibir Lani sebelum ia berlari pergi, meninggalkan apartement Andra.

Andra yang juga terkejut dengan ucapannya barusan, baru tersadar saat Lani sudah cukup jauh keluar dari apartement-nya.

Sekuat tenaga ia berlari mengejar Lani. Tapi sayang, Lani sudah berhasil menutup pintu taksi dan melesat pergi saat Andra sampai di depan lobby.

"Aarrgghh, damn!!" Umpat Andra sambil mengacak rambutnya kasar.

Frustasi karena ia kelepasan mengatakan perasaannya. Ditambah lagi ia tak bisa mengendalikan emosinya sampai harus membentak Lani. Hal yang baru pertama kali ia lakukan pada Lani.

*** 

3 bulan berlalu begitu saja, tapi hubungan Andra dengan Lani masih tak ada perubahan. Setelah mereka bertengkar malam itu, Lani tak pernah bisa lagi dihubungi.

Esoknya Andra berniat untuk memperbaiki hubungan mereka, tapi yang ia lihat pertama kali di kantornya bukan wajah Lani melainkan sekretaris ayahnya yang lama.

Saat Andra bertanya alasan Lani berhenti jadi sekretarisnya, ayahnya hanya mengatakan kalau Lani ingin membantu mengurus perusahaan keluarganya.

Alasan yang Andra yakin hanya untuk menghindar darinya. Andra terlalu mengenal Lani. Wanita itu akan lebih memilih menekuni hobby menulisnya dibandingkan harus mengurus perusahaan keluarganya.

Kalau bukan karena kedua ayah mereka yang memohon langsung pada Lani, Andra yakin sampai detik ini Lani tak akan pernah mau menjadi sekretaris pribadinya.

Sudah berulang kali juga Andra mencoba berkunjung ke kantor ayahnya Lani, bahkan sampai ke rumahnya, tapi tak pernah sekalipun ia bertemu atau melihat Lani. Ada saja alasan yang dikatakan saat Andra bertanya tentang keberadaan Lani.

Semua pesan dan teleponnya juga tak pernah mendapat tanggapan sedikitpun dari Lani. Dan itu semakin membuat Andra uring-uringan sendiri dan jadi mudah emosi.

Selama 2 minggu ini, Andra tak mencoba menemui Lani lagi. Bukan karena ia tak ingin, tapi tuntutan pekerjaannya membuat waktunya benar-benar habis.

Jangankan untuk menemui atau sekedar menghubungi wanita itu. Untuk makan dan tidur saja Andra tidak akan ingat kalau tubuhnya tidak bereaksi.

Kalau sebelumnya ada Lani yang akan selalu mengomelinya untuk hal itu, sekarang Andra hanya bisa terus berharap wanita itu tiba-tiba muncul di hadapannya dan melakukan hal yang sama seperti biasanya.

"Hai, Ndra.." 

Suara cempreng seorang wanita yang beberapa hari belakangan selalu mengganggunya terdengar.

Andra dengan malas menoleh ke arah wanita yang berdiri tak jauh darinya, menatapnya dengan senyum lebar.

Andra akui wanita dihadapannya itu memiliki wajah cantik dan body sempurna. Ia yakin tak akan ada satupun laki-laki bisa menolaknya.

Tapi sayangnya hal itu tidak berlaku bagi Andra. Isi kepala dan hatinya sudah terlanjur di isi hanya untuk dua nama wanita. Mamanya dan Adlani.

"Hei, kenapa malah bengong sih?"

Andra tersadar dari pikirannya saat tangan wanita itu bergelayut manja di lengan kanannya.

"Mau apa kamu ke sini lagi, Fela?" Tanya Andra dengan nada datar. Jelas sekali kalau ia tak menyukai kehadiran wanita itu. Bahkan orang buta sekalipun bisa mengerti hanya dengan mendengar nada suara Andra.

Tapi tidak bagi Fela, karena wanita satu itu seperti tak mengerti dengan sikap Andra. Atau mungkin hanya pura-pura tak mengerti? Andra tak tahu.

"Kita makan siang bareng ya? Aku dapat rekomendasi kalau restaurant baru yang ada di blok S itu enak. Tempatnya juga bagus dan beda dari yang lain."

Andra memijit pangkal hidungnya saat merasakan kepalanya yang berdentam ngilu. Apalagi harus ditambah dengan suara Fela yang terdengar seperti dengungan lebah di telinganya.

Ia benar-benar merindukan sosok Lani yang jauh lebih bisa mengerti keinginannya disaat seperti ini. Rasa rindunya yang teramat sangat pada wanita itu semakin menambah sakit kepalanya.

"Ndra, kamu dengar omongan aku kan?" 

"Hm.." 

"Ayo kita jalan sekarang," ucap Fela sambil menarik lengan Andra.

"Sorry, aku nggak bisa, Fel." Tolak Andra. Ia justru berjalan masuk ke dalam ruang kerjanya.

Dan tentu saja diikuti oleh Fela, karena wanita itu masih saja terus melilit lengannya seperti ular piton.

Andra ingin sekali menepis tangan Fela dari lengannya, tapi ia tahan karena tak ingin mempermalukan seorang wanita di depan umum.

Apalagi ia tahu kalau Fela itu salah satu anak dari teman mamanya. Dan Andra tak mungkin bertindak kasar sampai membuat nama baik mamanya tercemar.

"Kenapa? Kamu kan belum makan siang. Pokoknya aku nggak mau dengar penolakan lagi dari kamu, Ndra. Kita pergi sekarang." Ucap Fela memaksa sambil menarik lengan Andra.

Andra baru saja ingin menepis tangan Fela saat pintu ruangannya dibuka dengan kasar dan sosok wanita yang ia rindukan muncul disana.

Andra tertegun, ia mengerjap beberapa kali untuk memastikan kalau yang ia lihat memang nyata.

"Lan..." gumam Andra masih tak percaya. 

Lani berjalan ke arah Andra dengan mata yang menatap lurus ke dalam manik terang milik laki-laki itu. Ia bisa melihat bagaimana kacaunya keadaan Andra saat itu. Dan hal itu membuat hati Lani merasa tercubit nyeri.

Tanpa aba-aba, Lani menarik paksa tubuh Fela menjauh dari Andra dengan kasar. Sikap Lani itu cukup membuat Andra terkejut. Karena biasanya Lani justru paling malas kalau harus berurusan dengan wanita yang mendekati Andra.

"Hei! Kamu itu apa-apaan sih! Dia siapa sih, Ndra? Berani-beraninya masuk ke ruangan kamu seenaknya." Ucap Fela dengan nada tinggi.

Andra hanya diam, ia tak merespon pertanyaan Fela. Matanya terus menatap tak percaya ke arah Lani. Sedangkan Lani hanya menatap tajam ke arah Fela, mengamati wanita itu dari atas sampai bawah, lalu beralih menatap Andra.

"Jadi begini kelakuan kamu selama aku nggak ada? Senang-senang sama wanita itu dan lupa kalau kamu punya istri yang sedang mengandung anak mu, sayang?" Tanya Lani dengan nada kesal. Tangannya bergerak memutar, mengusap perutnya, seakan menegaskan ucapannya barusan.

Andra lagi-lagi dibuat terkejut dengan sikap dan ucapan Lani. Tapi kemudian senyumnya muncul. Ia bergerak menepis jarak diantara mereka dan melingkarkan tangan kirinya di pinggang ramping Lani.

"Aku nggak pernah bersenang-senang disini. Aku disini kerja, buat kamu dan anak kita, love." Balas Andra dengan senyum hangat yang membuat degup jantung Lani menggila.

"Ehm.. Lalu dia? Bukannya kamu senang dia nempelin kamu terus kayak jamur?"

Senyum Andra semakin melebar mendengar pertanyaan itu. Ia tahu pertanyaan Lani bukan hanya sekedar pura-pura, tapi menyiratkan rasa tidak suka yang bisa ia lihat dengan jelas di mata wanita yang ia cintai itu.

Tanpa sadar, tangan kiri Andra terangkat ke kepala Lani. Menariknya mendekat dan mengecup puncak kepala wanita itu lalu menyandarkan dagunya disana.

"Kamu bisa tanya langsung sama dia. Kenapa dia selalu datang ke sini mengganggu ku. Karena yang aku ingat, aku tidak pernah mengundangnya kemari sekalipun," ucap Andra santai. Ia melirik sekilas ke arah Fela kemudian kembali menciumi puncak kepala Lani.

Lani hampir saja mengangkat tangannya untuk memukul Andra karena kebiasaan laki-laki itu yang masih tak berubah kalau sedang berhadapan dengan wanita yang menyukainya.

Bukannya Lani tak suka, tapi sikap Andra tersebut justru membuat detak jantungnya semakin tak karuan.

"Kamu udah nikah? Ta..pi bagaimana bi..sa?" 

Suara gagap Fela membuat Lani mengalihkan pandangannya dari Andra.

"Kenapa? Ada masalah?" Tanya Lani dengan sebelah alis terangkat dan tatapan tajamnya.

"Bohong! Kalian pasti berbohong. Tapi aku nggak pernah dapat undangan pernikahan kalian. Mama kamu bahkan nggak pernah bilang kalau kamu udah nikah, Ndra!"

"Minggu depan kamu akan dapat undangannya. Aku memang sudah menikah, orang terdekat kami sudah mengetahuinya. Hanya belum membuat pestanya saja karena kesibukan wanita disamping ku ini. Sekarang, karena dia sudah mengandung anakku, pestanya akan segera digelar minggu depan." Ucap Andra dengan nada bahagia.

Wajah Fela benar-benar merah padam. Matanya berkaca-kaca, menatap tak percaya ke arah Andra dan Lani.

"Sekarang anda sudah tahu. Jadi?" Tanya Lani memecah keheningan diantara mereka.

Fela tak menjawab pertanyaan Lani. Wanita itu langsung pergi meninggalkan ruangan kerja Andra begitu saja.

Saat pintu ruangan itu tertutup sempurna, Lani langsung mendorong tubuh Andra menjauh darinya.

"Kamu benar-benar nggak waras ya?! Ngapain pakai bilang mau ngirim undangan pernikahan segala ke dia?! Kalau minggu depan dia tahu kamu cuma bohong, wanita jadi-jadian itu pasti bakal gangguin kamu lagi, Andra!!"

Andra hanya diam memperhatikan Lani yang mengomel di depannya. Kedua tangannya terlipat di depan dada, matanya tak pernah lepas dari wajah Lani sedangkan sudut bibirnya terangkat ke atas, memperlihatkan jelas lesung pipi nya. Sungguh ia sangat merindukan wajah menggemaskan Lani saat sedang marah seperti sekarang.

"Aku ngomong sama kamu, Andra!! Jangan cuma senyam senyum kayak orang beneran nggak waras begitu!"

"Oh, kamu udah selesai ngomelnya?" 

Andra mengatakan itu sambil berjalan mendekat ke arah Lani. Tangannya merayap di pinggang Lani dengan gerakan cepat, mengurung wanita itu ke dalam pelukannya.

"Apaan sih, Ndra!! Lepasin nggak!" Bentak Lani sambil berusaha melepaskan diri, yang tentu saja tak dibiarkan oleh Andra.

"Never! Jangan pernah berfikir kamu bisa lepas dari aku, love."

"Andra!! Bercanda kamu nggak lucu!" 

"Aku dari tadi ngomong serius. Aku sama sekali nggak lagi bercanda, Lan. Kamu sendiri yang bilang kalau kamu itu istri aku yang sedang mengandung anakku kan? Tentu saja aku harus tanggung jawab dan mengumumkan pernikahan kita ke semua orang kan?"

Wajah Lani merah padam karena ucapan Andra itu. Dalam hati ia mengutuki kebodohan sikapnya tadi yang begitu saja mengucapkan kalimat memalukan tersebut.

Kebiasaan buruknya kalau sedang emosi, melakukan dan bicara apapun yang terlintas pertama kali di kepalanya begitu saja.

"A..aku cuma bantuin kamu le..lepas dari cewek setengah jadi itu!" Jawabnya gugup.

Andra menaikkan sebelah alisnya, matanya menatap lurus ke dalam manik gelap milik Lani.

"Cuma itu?" 

"Ya!" 

Kali ini Lani menjawab dengan nada yang ia buat tegas, meskipun jantungnya menggila karena tatapan Andra yang tak pernah lepas darinya.

"Kalau begitu minggu depan aku akan dengan senang hati menerima Fela. Mungkin memang lebih baik aku menikah sama dia. Toh kamu sendiri yang minta aku cari istri dan menghindar dari aku 3 bulan ini,"

Lani tersentak kaget mendengar pernyataan Andra itu. Hatinya terasa ngilu seperti dihantam keras benda tajam. Dan Andra bisa melihat semua itu dari tatapan mata Lani yang seperti lembaran buku terbuka baginya.

Lani mengalihkan wajahnya saat ia merasa matanya memanas. Ia yakin tak lama air matanya akan tumpah. Dan ia tak mau sampai Andra melihatnya.

'Kamu benar-benar bodoh, Lani!' Ucapnya dalam hati.

"Iya, kamu memang bodoh!"

Lani langsung mendongak saat mendengar suara Andra yang seakan mendengar isi hatinya barusan. Matanya menatap tak percaya ke arah Andra.

Sementara Andra menatap balik Lani dengan tatapan hangat miliknya. Senyum manisnya seperti tak pernah pudar di bibirnya, sedangkan tangannya semakin mengerat di pinggang Lani.

"Kamu fikir aku masih mau memeluk mu begini dan membiarkan wanita itu pergi begitu saja kalau aku memang menginginkannya? Kamu itu benar-benar bodoh untuk masalah percintaan, apa kamu tahu itu?"

Lani mengerjap beberapa kali, dan tindakannya itu justru membuat air mata yang sudah menumpuk sedari tadi terjatuh.

Andra mengangkat sebelah tangannya untuk menghapus air mata Lani.

"I said I love you 3 month ago. And now, i'll say it again for you. I love you, Adlani." Ucap Andra begitu lembut.

"Dan aku akan tetap mengatakan aku mencintai mu sampai kapan pun. Jangan pernah berani melupakan itu atau pura-pura tak mendengarnya. Dan jangan pernah berani menghindar dari ku lagi. Atau aku akan benar-benar membuat mu hamil anakku sebelum kamu bisa melangkah keluar dari tempat ini."

Lani ingin berteriak dan memukul Andra, tapi tubuhnya seakan bergerak sendiri sesuai keinginannya. Kepalanya justru menyelusup ke dalam dada bidang Andra, mendengarkan detak jantung laki-laki itu yang berdegup tak karuan sama seperti miliknya.

Dan Lani yakin, perasaan mereka sama besarnya. Hanya saja kemarin Lani begitu bodoh sampai tak mau mengakui perasaannya sendiri dan malah memilih untuk menghindar dari Andra.

Tadi, saat Lani ingin memperbaiki hubungan mereka lagi seperti sebelumnya. Ia melihat wanita lain bergelayut manja pada Andra. Pemandangan itu membuat emosinya meledak dan tanpa berfikir lebih dulu Lani melakukan hal memalukan tadi.

"I love you too, Andra." Gumam Lani yang masih terdengar jelas oleh Andra.

Dan itu membuat Andra semakin mengetatkan pelukannya.

"Bisa ulangi lagi? Aku rasa aku hanya mimpi mendengar mu mengatakan juga mencintai ku," pinta Andra.

"Aku mencintai mu," 

"Bisa katakan sekali lagi?" 

Tahu kalau dirinya sedang dijahili lagi oleh Andra, Lani menegakkan tubuhnya kebelakang sambil memelototi Andra.

"Hahaha.. iya, maaf maaf." Ucap Andra sambil menarik kembali kepala Lani ke pelukannya.

"So, you'll marry me next week, Lan." Lanjutnya lagi.

Lani mendengus mendengar itu. Dia tahu betul, Andra tidak akan pernah melangkah mundur sedikitpun kalau ia sudah memutuskan sesuatu.

"Harusnya kamu tanya ke aku," Gumam Lani.

"Aku nggak perlu tanya ke kamu. Karena nggak ada pilihan lain untuk mu selain menikah dengan ku, love." Ucap Andra tegas.

Kemudian mengetatkan pelukannya dan mencium kening Lani lama dan penuh perasaan. Membuat senyum termanis Lani mengembang sempurna.

*** end ***

⚘⚘⚘
161120
- siska damast -




Tidak ada komentar:

Posting Komentar